Tuesday, May 25, 2010

Geisha-Selalu salah

Dulu memang kita saling bersama
Ku mengira tulus dalam kata
Tapi kini kamu memang berbeda
Ku terluka untuk selamanya
Caramu yang membuat diriku jauh
Kecewa di dalam hatiku

Ku tak mengerti cinta
Indahnya hanya di awal ku rasa
Mengapa kau benarDan aku selalu salah
Kini memang kita saling berpisah
Ku merasa sesal dalam kataTapi kini kamu memang bersalah
Kau berubah untuk selamanya
Sifatmu yang membuat diriku jenuh
Mendua di balik mataku

Ku tak mengerti dia
Cinta ini bukan hanya kau yang rasa
Ternyata dia bukanlah pujaan dalam hatiku

Ku tak mengerti cinta…





(hmmm...I like it!!)

Gejala Autisme

Anak dengan autisme dapat tampak normal di tahun pertama maupun tahun kedua dalam kehidupannya. Para orang tua seringkali menyadari adanya keterlambatan kemampuan berbahasa dan cara-cara tertentu yang berbeda ketika bermain serta berinteraksi dengan orang lain. Anak-anak tersebut mungkin dapat menjadi sangat sensitif atau bahkan tidak responsif terhadap rangsangan-rangasangan dari kelima panca inderanya (pendengaran, sentuhan, penciuman, rasa dan penglihatan). Perilaku-perilaku repetitif (mengepak-kepakan tangan atau jari, menggoyang-goyangkan badan dan mengulang-ulang kata) juga dapat ditemukan. Perilaku dapat menjadi agresif (baik kepada diri sendiri maupun orang lain) atau malah sangat pasif. Besar kemungkinan, perilaku-perilaku terdahulu yang dianggap normal mungkin menjadi gejala-gejala tambahan. Selain bermain yang berulang-ulang, minat yang terbatas dan hambatan bersosialisasi, beberapa hal lain yang juga selalu melekat pada para penyandang autisme adalah respon-respon yang tidak wajar terhadap informasi sensoris yang mereka terima, misalnya; suara-suara bising, cahaya, permukaan atau tekstur dari suatu bahan tertentu dan pilihan rasa tertentu pada makanan yang menjadi kesukaan mereka.
Beberapa atau keseluruhan karakteristik yang disebutkan berikut ini dapat diamati pada para penyandang autisme beserta spektrumnya baik dengan kondisi yang teringan hingga terberat sekalipun.
Hambatan dalam komunikasi, misal: berbicara dan memahami bahasa.
Kesulitan dalam berhubungan dengan orang lain atau obyek di sekitarnya serta menghubungkan peristiwa-peristiwa yang terjadi.
Bermain dengan mainan atau benda-benda lain secara tidak wajar.
Sulit menerima perubahan pada rutinitas dan lingkungan yang dikenali.
Gerakkan tubuh yang berulang-ulang atau adanya pola-pola perilaku yang tertentu
Para penyandang Autisme beserta spektrumnya sangat beragam baik dalam kemampuan yang dimiliki, tingkat intelegensi, dan bahkan perilakunya. Beberapa diantaranya ada yang tidak ‘berbicara’ sedangkan beberapa lainnya mungkin terbatas bahasanya sehingga sering ditemukan mengulang-ulang kata atau kalimat (echolalia). Mereka yang memiliki kemampuan bahasa yang tinggi umumnya menggunakan tema-tema yang terbatas dan sulit memahami konsep-konsep yang abstrak. Dengan demikian, selalu terdapat individualitas yang unik dari individu-individu penyandangnya.
Terlepas dari berbagai karakteristik di atas, terdapat arahan dan pedoman bagi para orang tua dan para praktisi untuk lebih waspasa dan peduli terhadap gejala-gejala yang terlihat. The National Institute of Child Health and Human Development (NICHD) di Amerika Serikat menyebutkan 5 jenis perilaku yang harus diwaspadai dan perlunya evaluasi lebih lanjut :
Anak tidak bergumam hingga usia 12 bulan
Anak tidak memperlihatkan kemampuan gestural (menunjuk, dada, menggenggam) hingga usia 12 bulan
Anak tidak mengucapkan sepatah kata pun hingga usia 16 bulan
Anak tidak mampu menggunakan dua kalimat secara spontan di usia 24 bulan
Anak kehilangan kemampuan berbahasa dan interaksi sosial pada usia tertentu
Adanya kelima ‘lampu merah’ di atas tidak berarti bahwa anak tersebut menyandang autisme tetapi karena karakteristik gangguan autisme yang sangat beragam maka seorang anak harus mendapatkan evaluasi secara multidisipliner yang dapat meliputi; Neurolog, Psikolog, Pediatric, Terapi Wicara, Paedagog dan profesi lainnya yang memahami persoalan autisme.


Sumber: www.wikipedia.com

down sindrom-II

Down syndrome, atau sindrom Down (terutama di Inggris Raya), trisomi 21, atau trisomi G, adalah suatu kelainan kromosom yang disebabkan oleh kehadiran semua atau bagian dari ekstra kromosom 21. Hal ini dinamai John Langdon Down, yang Inggris dokter yang menggambarkan sindrom pada tahun 1866. Gangguan diidentifikasi sebagai seorang kromosom 21 trisomi oleh Jérôme Lejeune pada tahun 1959. Kondisi ini ditandai oleh kombinasi perbedaan besar dan kecil dalam struktur. Sindrom Down sering dikaitkan dengan beberapa gangguan kognitif dan kemampuan pertumbuhan fisik, dan set tertentu karakteristik wajah. Sindrom Down pada janin dapat diidentifikasi dengan amniosentesis selama kehamilan, atau pada bayi saat lahir. Individu dengan sindrom Down cenderung lebih rendah daripada rata-rata kemampuan kognitif, sering mulai dari ringan hingga sedang cacat pertumbuhan. Sejumlah kecil telah parah untuk mendalam cacat mental. Yang insiden sindrom Down diperkirakan 1 per 800 hingga 1.000 kelahiran, meskipun secara statistik lebih umum dengan ibu yang lebih tua.
Banyak ciri-ciri fisik umum sindrom Down juga dapat muncul pada orang dengan standar set kromosom, termasuk
microgenia (dagu kecil yang abnormal) [3], wajah bulat yang luar biasa, macroglossia [4] (menonjol atau besar lidah), sebuah almond bentuk untuk mata disebabkan oleh epicanthic lipat dari kelopak mata, upslanting palpebral celah (pemisahan antara kelopak mata atas dan bawah), kaki pendek, sebuah lipatan palmar tunggal melintang (bukan satu lipatan ganda di salah satu atau kedua telapak tangan, Simian juga disebut lipatan), otot miskin, dan yang lebih besar dari biasanya ruang antara besar dan kedua jari kaki.Masalah kesehatan bagi individu-individu dengan sindrom Down termasuk risiko yang lebih tinggi untuk cacat jantung kongenital, penyakit refluks gastroesophageal, berulang infeksi telinga, apnea tidur obstruktif, dan tiroid disfungsi.
Intervensi anak usia dini, penyaringan untuk masalah umum, perawatan medis di tempat yang ditentukan, lingkungan keluarga yang kondusif, dan pelatihan kejuruan dapat meningkatkan perkembangan keseluruhan anak-anak dengan sindrom Down.Meskipun beberapa keterbatasan genetik fisik sindrom Down tidak dapat diatasi, pendidikan dan perawatan yang tepat akan meningkatkan kualitas hidup.
Sumber: www.wikipedia.com

Sindrom Asperger

Seperti pada Autisme Masa Kanak, Sindrom Asperger (SA) juga lebih banyak terdapat pada anak laki-laki daripada wanita.Anak SA juga mempunyai gangguan dalam bidang komunikasi, interaksi sosial maupun perilaku, namun tidak separah seperti pada Autisme.
Pada kebanyakan dari anak-anak ini perkembangan bicara tidak terganggu. Bicaranya tepat waktu dan cukup lancar, meskipun ada juga yang bicaranya agak terlambat. Namun meskipun mereka pandai bicara, mereka kurang bisa komunikasi secara timbal balik. Komunikasi biasanya jalannya searah, dimana anak banyak bicara mengenai apa yang saat itu menjadi obsesinya, tanpa bisa merasakan apakah lawan bicaranya merasa tertarik atau tidak. Seringkali mereka mempunyai cara bicara dengan tata bahasa yang baku dan dalam berkomunikasi kurang menggunakan bahasa tubuh. Ekspresi muka pun kurang hidup bila dibanding anak-anak lain seumurnya.

Mereka biasanya terobsesi dengan kuat pada suatu benda/subjek tertentu, seperti mobil, pesawat terbang, atau hal-hal ilmiah lain. Mereka mengetahui dengan sangat detil mengenai hal yang menjadi obsesinya. Obsesi inipun biasanya berganti-ganti.Kebanyakan anak SA cerdas, mempunyai daya ingat yang kuat dan tidak mempunyai kesulitan dalam pelajaran disekolah.

Mereka mempunyai sifat yang kaku, misalnya bila mereka telah mempelajari sesuatu aturan, maka mereka akan menerapkannya secara kaku, dan akan merasa sangat marah bila orang lain melanggar peraturan tersebut. Misalnya : harus berhenti bila lampu lalu lintas kuning, membuang sampah dijalan secara sembarangan.Dalam interaksi sosial juga mereka mengalami kesulitan untuk berinteraksi dengan teman sebaya. Mereka lebih tertarik pada buku atau komputer daripada teman. Mereka sulit berempati dan tidak bisa melihat/menginterpretasikan ekspresi wajah orang lain.Perilakunya kadang-kadang tidak mengikuti norma sosial, memotong pembicaraan orang seenaknya, mengatakan sesuatu tentang seseorang didepan orang tersebut tanpa merasa bersalah (mis. “Ibu, lihat, bapak itu kepalanya botak dan hidungnya besar ”). Kalau diberi tahu bahwa tidak boleh mengatakan begitu, ia akan menjawab : “Tapi itu kan benar Bu.”
Anak SA jarang yang menunjukkan gerakan-gerakan motorik yang aneh seperti mengepak-ngepak atau melompat-lompat atau stimulasi diri.

Tuesday, May 18, 2010

Prenatal dari Down Syndrome

Di Amerika Serikat insiden sindrom Down kira-kira 1 dalam 1.000 kelahiran. Dan telah terbukti bahwa tidak ada korelasi antara sindrom Down dan setiap budaya, kelompok etnis atau lokasi geografis.

Kemungkinan memiliki anak dengan sindrom Down tergantung pada usia ibu. Kemungkinan memiliki anak dengan sindrom Down sekitar 1 dalam 350 pada usia 35. Jika sang ibu di bawah 25, kemungkinan lebih dalam kebaikan dan mereka adalah 1 dalam 1.400. Namun Jika kamu memutuskan untuk memiliki seorang bayi di 40, secara dramatis meningkatkan peluang dan 1 dalam 100.

Ada tes skrining pralahir tersedia saat ini yang mengidentifikasi wanita yang pada peningkatan risiko memiliki bayi dengan sindrom Down. Tes ini relatif aman dan tidak menimbulkan ancaman apa pun keguguran tetapi mereka dapat mengatakan dengan pasti di mana janin sindrom Down. Di sisi lain, ada pralahir tes diagnostik yang akurat dan mengidentifikasi kelainan pada janin. Namun, tes diagnostik dapat menimbulkan risiko kecil keguguran.

Prenatal Screening Tes
AFP Expanded Screening - Apakah tes darah sederhana yang digelar antara 15 dan 20 minggu pertama kehamilan. Hasil tes darah dikombinasikan dengan wanita usia untuk memperkirakan risiko-nya membawa janin dengan Down syndrome. Tes skrining ini tidak mendiagnosa cacat lahir

Berhubung dgn tengkuk tembus Pemutaran - Ini adalah skrining non-invasif yang dilakukan di awal kehamilan. Pemutaran dilakukan antara 11 dan 14 minggu kehamilan dan hal itu dilakukan melalui pemeriksaan USG resolusi tinggi dari daerah yg berhubung dgn kuduk, yang lipatan kulit di bagian belakang leher janin. Hasilnya dikombinasikan dengan usia ibu untuk menentukan risiko-nya memiliki bayi dengan sindrom Down.

Tes Diagnostik Prenatal
Ada tiga utama tes diagnostik dilakukan untuk menentukan kelainan pada janin dan ini termasuk bayi mengalami sindrom Down. Ini adalah amniocentesis, chorionic villus dan USG.

Amniosentesis - Apakah yang paling umum dilakukan tes diagnostik untuk menentukan
masalah seperti sindrom Down. Tes ini dilakukan antara 15 dan 20 minggu pertama kehamilan. Sebuah jarum dimasukkan ke dalam perut dan sejumlah kecil cairan ketuban dihapus. Sel-sel dari cairan yang dianalisis dan dibutuhkan 2 minggu untuk mendapatkan hasilnya. Ada kemungkinan kecil keguguran tapi risiko sangat rendah.
Chorionic Villus - tes diagnostik ini melibatkan mengeluarkan sepotong jaringan dari plasenta baik dengan jarum melalui perut atau kateter melalui leher rahim. Tes ini dapat dilakukan lebih awal dari amniosentesis dan dilakukan pada 10 hingga 12 minggu kehamilan.

USG - Tes ini digunakan untuk mengetahui tanggal jatuh tempo, ukuran janin dan kehamilan multipel. Namun, Anda dapat menemukan cacat lahir pada janin dengan USG.

Sumber : http://www.scumdoctor.com/Indonesian/disease-prevention/down-syndrome/Prenatal-Symptoms-of-down-Syndrome.html

Mengajar anak dengan down syndrome sign language

Anda mungkin tidak percaya, tetapi anak-anak dengan Sindrom Down biasanya sangat baik komunikator. Mereka belajar untuk berkomunikasi dengan cara ekspresi, perilaku, dan mime. Hal ini karena bahasa lisan sering berkembang perlahan-lahan pada anak-anak dengan sindrom Down, dan mereka akhirnya menggunakan bahasa isyarat sebagai alat untuk berkomunikasi.

Jika bahasa isyarat diperkenalkan pada waktu kelahiran, bayi dengan sindrom Down belajar untuk berkomunikasi. Hal ini membantu membangun ikatan yang lebih baik antara orangtua dan bayi. Bahasa isyarat juga membantu bayi dengan sindrom Down untuk mengembangkan kontak mata dan memperhatikan gerakan.
Menggunakan bahasa isyarat dengan anak-anak dengan sindrom Down, membantu anak-anak untuk menghubungkan arti kata yang diucapkan, dan juga membantu mereka untuk menjadi lebih responsif dan perhatian terhadap sekitar mereka yang membantu mereka untuk mempelajari bahasa. Namun, banyak orangtua anak-anak dengan sindrom Down ketakutan bahwa pengajaran bahasa isyarat untuk anak-anak dengan sindrom Down dapat membuat mereka pergi dengan menggunakan kata-kata yang diucapkan. Namun, penelitian telah membuktikan sebaliknya. Anak-anak dengan sindrom Down, yang belajar bahasa isyarat, benar-benar menjadi kurang bergantung pada gerak-gerik dan tanda-tanda seperti mereka belajar untuk berbicara.

Jika Anda ingin mengajarkan bahasa isyarat kepada anak Anda dengan sindrom Down, lebih baik untuk memulai dengan cara yang sederhana. Penting untuk menandatangani hanya beberapa kata-kata penting dan tanda-tanda harus diulangi sesering mungkin sehingga anak dapat melekatkan makna pada tanda. Anda harus memastikan bahwa anak memandangi anda ketika anda mendaftar sehingga ia tidak kehilangan apa yang Anda lakukan dengan tangan Anda. Penting untuk berbicara selama Anda menggunakan Bahasa Isyarat tapi pastikan Anda menjaga bahasa yang diucapkan sesederhana mungkin. Anda juga harus menggunakan ekspresi wajah yang tepat untuk pergi dengan tanda sehingga anak dapat melampirkan lebih banyak makna untuk apa yang Anda katakan.

Jangan berkecil hati jika anak Anda tidak merespon segera. Jika perlu, secara fisik mengajarkan anak bagaimana cara menggunakan tanda-tanda dan terus mendorongnya untuk menyalin gerakan. Pengajaran bahasa isyarat untuk anak-anak dengan sindrom Down memang membutuhkan banyak kesabaran dan ketekunan, tetapi hasil dari semua kerja keras ini akan sangat berguna ketika anak Anda mulai berkomunikasi secara efektif dengan Anda.

Sumber : http://www.scumdoctor.com/Indonesian/disease-prevention/down-syndrome/teaching-children-with-down-syndrome-sign-language.html

Pentingnya Pendidikan Seks pada Anak Berkebutuhan Khusus

Jakarta, Selama ini terapi yang diberikan pada anak-anak kebutuhan khusus seperti autis, sindrom Asperger dan lainnya sebatas terapi bicara dan okupasi agar si anak bisa berbicara, menulis, belajar dan bersosialisasi. Padahal pendidikan seks juga harus diajarkan pada anak kebutuhan khusus sejak dini.

"Pendidikan seks tidak selalu mengenai hubungan pasangan suami istri, tapi juga mencakup hal-hal lain seperti pemberian pemahaman tentang perkembangan fisik dan hormonal seorang anak serta memahami berbagai batasan sosial yang ada di masyarakat," ujar Dra Dini Oktaufik dari yayasan ISADD (Intervention Service for Autism and Developmental Delay) Indonesia dalam acara Tanya Jawab Seputar Autisme di Financial Hall Graha Niaga, Jakarta, Sabtu (3/4/2010).

Dini menambahkan hasrat seks merupakan suatu hal yang alamiah. Masa puber yang terjadi pada anak berkebutuhan khusus terkadang datang lebih awal dari anak normal, tapi bisa juga datang lebih lama atau mengalami keterlambatan. Dalam hal ini anak akan mengalami perubahan hormonal dan juga perubahan fisik berbeda pada anak laki-laki dan perempuan.

"Pendidikan seks jarang sekali disinggung bila berbicara mengenai autisme, mungkin karena dianggap masih tabu. Padahal pendidikan seks yang baik dapat membantu mempersiapkan si anak menjadi individu dewasa yang mandiri," ujar Gayatri Pamoedji, SE, MHc pendiri dari MPATI (Masyarakat Peduli Autis Indonesia).

Jika pendidikan seks tidak diberikan sejak dini, maka nantinya bisa menjadi masalah baik dari sisi eksternal atau internal si anak, seperti mungkin saja anak jadi memiliki kebiasaan memegang kemaluan sendiri, suka menyentuh bagian privat orang lain, tidak siap menghadapi menstruasi, masturbasi atau mimpi basah yang dapat mempengaruhi emosinya dan juga tidak dapat menjaga kebersihan daerah kemaluannya.

"Karena itu pendidikan seks menjadi sangat penting dan sebaiknya sudah dimulai sejak anak berusia 3 tahun. Tapi tentu saja si anak juga harus diberikan pelatihan mengenai kepatuhan, pengertian mengenai pemahaman perubahan fisik dan hormonal yang terjadi serta mencermati perilaku seks," ujar Dini yang menjadi praktisi terapi perilaku.

Dini menambahkan dalam memberikan pendidikan seks pada anak sebaiknya anak mengenali bagian tubuh dirinya sendiri dan jangan pernah mengeksplor tubuh orang lain. Selain itu, orangtua harus waspada dalam memberikan pemahaman mengenai perubahan fisik yang terjadi. Sedangkan dalam memberikan pemahaman mengenai perubahan hormonal bisa melalui cerita yang mudah dimengerti, karena hormon tidak dapat terlihat secara visual.

"Dalam hal ini orangtua harus dengan sabar mengajarkan anak apa saja yang boleh dan tidak boleh dilihat saat sedang berbicara, anak memahami mana yang termasuk sentukah OK dan mana yang tidak serta anak diajari mengenai social circle, yaitu anak diberitahu siapa saja yang boleh mendapatkan peluk dan cium," ungkapnya.

Orangtua harus memiliki kesadaran bahwa masalah seksual kini semakin eksis, sehingga orangtua jangan hanya terpaku pada mind setting masyarakat mengenai pendidkan formal saja.

Anak dengan kebutuhan khusus juga memerlukan pendidikan mengenai seks, karena tanpa disadari mereka juga akan mengalami hal yang sama dengan anak normal lainnya. Sedangkan pada anak kebutuhan khusus terkadang memiliki kadar emosional yang tidak stabil, sehingga harus diajarkan secara bertahap.

"Pendidikan seks harus dimulai sejak dini, karena jika tidak dilakukan sejak awal maka ada kemungkinan anak akan mendapatkan banyak masalah seperti memiliki kebiasaan suka memegang alat kemaluan sebelum tidur, suka memegang payudara orang lain atau masalah lainnya," tambah Dini.

Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam memberikan pendidikan mengenai seks pada anak kebutuhan khusus yaitu, orangtua lebih berperan dibandingkan dengan terapis, memberikan pendidikan berdasarkan tingkat pemahaman anak dan dengan kata-kata positif, membuat rekayasa suasana sebelum anak diekspos keluar, memiliki peraturan tersendiri, menggunakan kekuatan reward (hadiah) dan bukan kekuatan hukuman.

(ver/ver)

Sumber : http://health.detik.com/read/2010/04/03/162239/1331267/764/pentingnya-pendidikan-seks-pada-anak-kebutuhan-khusus